Senin, 07 Juni 2010

Komunikasi Intrapersonal

Komunikasi intrapersonal adalah komunikasi yang berlangsung dalam diri seseorang. Orang itu berperan baik sebagai komunikator maupun komunikan. Dia berbicara kepada dirinya sendiri. Dia bertanya pada dirinya dan dijawab oleh dirinya sendiri.

Memang tidak salah kalau komunikasi intrapersonal disebut melamun, tetapi jika melamun bisa mengenai segala hal misanya melamun jadi orang kaya, melamun kawin lagi dan sebagainya, komunikasi intrapersonal berbicara dengan diri sendiri dan bertanya jawab dengan diri sendiri dalam rangka berkomunikasi dengan orang lain, dan orang lain ini bisa satu orang, sekelompok orang atau masyarakat keseluruhan. Jadi sebelum berkomunikasi dengan orang lain, dengan lain perkataan sebelum melakukan komunikasi sosial seseorang melakukan komunikasi intrapersonal dahulu.

Di saat kita sedang berbicara kepada diri kita sendiri, sedang melakukan perenungan, perencanaan dan penilaian, pada diri kita terjadi proses neuro-fisiologis yang membentuk landasan bagi tanggapan, motivasi dan komunikasi kita dengan orang-orang atau factor-faktor di lingkungan kita (Casmir : 1974, 37).

Ronald L. Applbaum, et.al dalam bukunya “Fundamental Concept in Human Communication” (1973, 13) mendefinisikan komunikasi intrapersonal sebagai :

“Komunikasi yang berlangsung di dalam diri kita; ia meliputi kegiatan berbicara kepada diri kita sendiri dan kegiatan-kegiatan mengamati dan memberikan makna (intelektual dan emosional) kepada lingkungan kita”.

Mampu berdialog dengan diri sendiri berarti mampu mengenal diri sendiri. Adalah penting bagi kita untuk bisa mengenal diri sendiri sehingga kita dapat berfungsi secara bebas di masyarakat. Belajar mengenal diri sendiri berarti belajar bagaimana kita berpikir dan merasa serta bagaimana kita mengamati, menginterpretasikan dan mereaksi lingkungan kita. Oleh karena itu untuk mengenal diri pribadi, kita harus memahami komunikasi intrapersonal.

G. Wiseman dan L. Baker dalam karyanya “Speech-Interpersonal Communication” menjelaskan proses kegiatan yang terjadi dalam diri seorang komunikator, yang katanya digerakkan oleh perangsang internal dan perangsang eksternal. Perangsang internal menunjukkan situasi psikologis atau fisiologis, misalnya lapar atau gelisah. Perangsang eksternal datang dari lingkungan sekitar komunikator, baik secara terbuka dan sengaja (misalnya, melihat lampu lalu lintas). Atau secara tertutup dan tidak disadari (misalnya, latar belakang musik dalam tayangan film).

Perangsang-perangsang internal dan eksternal itu diterima oleh organisme sebagai getaran-getaran syaraf yang disampaikan kepada otak dan ini pada gilirannya memutuskan perangsang mana yang diperhatikan dan diperkirakan; proses pengambilan keputusan tersebut dinamakan diskriminasi (discrimination). Perangsang-perangsang yang dipilih pada tahap diskriminasi itu kemudian dikelompokkan lagi, yaitu ditata menjadi beberapa susunan yang bermakna bagi komunikator.

Sekali terkelompokkan, perangsang-perangsang yang didiskriminasikan disandi balik ke dalam lambing (symbol decoded) diubah menjadi lambang-lambang pikiran di dalam diri komunikator, suatu tahap yang diperlukan jika perangsang akan diberi makna. Setelah penyandibalikan (decoding), proses bergerak menuju tahap ideasi (ideation) pemikiran, perencanaan, pengorganisasian pikiran. Di sini lambang-lambang yang dating dihubungkan dengan pengetahuan dan pengalaman terdahulu, maka terumuskan pesan yang direncanakan komunikator untuk dilontarkan. Tahap ini diikuti oleh inkubasi (incubation), apabila ide-ide bagaikan menetes menjadi bentuk-bentuk tertentu.

Pada titik ini lambang-lambang pikiran siap untuk disandi (encoded) diubah mnejadi kata atau kial (gesture) yang bermakna. Pada tahap transmisi (transmission) yang terakhir, lambang-lambang kata dan kial yang disandi, secara fisik dipancarkan, dalam bentuk ucapan, tulisan dan lain-lain, yang dapat diterima dan dimengerti oleh komunikan yang dituju.

Seperti ditegaskan tadi bagi seorang komunikator melakukan komunikasi intrapersonal amat penting sebelum ia berkomunikasi dengan orang lain, lebih-lebih jika komunikasinya bersifat vertical ke atas (upward vertical communication); kalau kita berkehendak mengubah perilaku atasan kita atau orang yang statusnya lebih tinggi daripada kita. Dengan terlebih dahulu di dalam diri pribadi kita memformulasikan pesan yang akan disampaikan kepada komunikan kita, komunikasi akan efektif sesuai dengan tujuan kita.

Seperti telah disebutkan di atas bahwa komunikasi intrapersonal adalah komunikasi dengan diri sendiri, maka komunikasi intrapersonal dapat dilihat dari dua sudut pandang, yakni psikologis dan biologis.

A. Psikologis

Secara psikologis kita dapat mengatakan bahwa setiap orang mempersepsi stimuli sesuai dengan karakteristik personalnya. Dalam ilmu komunikasi kita berkata, pesan diberi makna berlainan oleh orang yang berbeda. Kata-kata tidak mempunyai makna; oranglah yang memberi makna. Oleh karena itu, secara psikologis komunikasi intrapersonal mempengaruhi proses komunikasi lainnya, misalnya komunikasi interpersonal. Dalam psikologi, komunikasi intrapersonal meliputi tiga aspek, yakni aspek kognitif, afektif dan konatif.

· Aspek Kognitif

Aspek kognitif berkaitan dengan kegiatan berpikir, di dalamnya termasuk kegiatan menerima, mengolah menyimpan dan menghasilkan kembali informasi. Proses pengolahan informasi, yang di sini kita sebut komunikasi intrapersonal, meliputi sensasi, persepsi, memori dan berpikir.

a) Sensasi

Tahap paling awal dalam penerimaan informasi adalah sensasi. Sensasi berasal dari kata “sense”, artinya alat pengindraan, yang menghubungkan organisme dengan lingkungannya. “Bila alat-alat indra mengubah informasi menjadi impuls-impuls syaraf – dengan bahasa yang dipahami oleh ‘komputer’ otak – maka terjadilah proses sensasi. Kata Dennis Coon (1977:79). “Sensasi adalah pengalaman elementer yang segera, yang tidak memerlukan penguraian verbal, simbolis atau konseptual dan terutama sekali berhubungan dengan kegiatan alat indra”, tulis Benyamin B. Wolman (1973:343).

Apapun definisi sensasi, fungsi alat indra dalam menerima informasi dari lingkungan sangat penting. Melalui alat indra, manusia dapat memahami kualitas fisik lingkungannya. Lebih dari itu, melalui alat indralah manusia memperoleh pengetahuan dan semua kemampuan untuk berinteraksi dengan dunianya. Tanpa alat indra manusia sama, bahkan mungkin lebih dari rumput-rumputan, karena rumput dapat juga mengindra cahaya dan humiditas (Lefrancois, 1974:39).

Kita mengenal lima alat indra atau panca indra. Psikologi menyebut sembilan (bahkan ada yang menyebut sebelas) alat indra : penglihatan, pendengaran, kinestesis, vestibular, perabaan, temperatur, rasa sakit, perasa dan penciuman. Kita dapat mengelompokkannya pada tiga macam indra penerima, sesuai dengan sumber informasi. Sumber informasi boleh berasal dari dunia luar (eksternal) atau dari dalam diri individu sendiri (internal). Informasi dari luar indra oleh eksteroseptor (misalnya, telinga atau mata). Informasi dari dalam indra oleh interoseptor (misalnya, sistem peredaran darah). Selain itu, gerakan tubuh kita sendiri diindra oleh proprioseptor (misalnya, organ vestibular).

Apa saja yang menyentuh alat indra – dari dalam atau dar luar – disebut stimuli. Kemudian alat indra akan segera mengubah stimuli yang dating menjadi energi saraf untuk disampaikan ke otak melalui proses transduksi. Agar dapat diterima pada alat indra, stimuli harus cukup kuat. Batas minimal intensitas stimuli disebut ambang mutlak (absolute threshold). Misalnya, mata hanya dapat menangkap stimuli yang mempunyai panjang gelombang cahaya antara 380 sampai 780 nanometer.

Sensasi selain ditentukan oleh faktor situasional seperti yang telah disebutkan di atas, sensasi juga dipengaruhi oleh faktor personal, seperti perbedaan pengalaman atau lingkungan budaya.

b) Persepsi

Persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Persepsi ialah memberikan maksa pada stimuli indrawi (sensory stimuli). Hubungan sensasi dengan persepsi sudah jelas. Sensasi adalah bagian dari persepsi. Walaupun begitu, menafsirkan makna informasi indrawi tidak hanya melibatkan sensasi, tetapi juga atensi, ekspektasi, motivasi dan memori (Desiderato, 1976:129).

Persepsi, seperti juga sensasi, ditentukan oleh factor personal dan factor situasional, selain itu juga terdapat factor yang tidak kalah pentingnya dalam mempengaruhi persepsi, yakni perhatian.

Perhatian

Perhatian adalah proses mental ketika stimuli atau rangkaian stimuli menjadi menonjol dalam kesadaran pada saat stimuli lainnya melemah (Kenneth Andersen, 1972:46). Perhatian terjadi jika kita mengkonsentrasikan diri pada salah satu alat indra kita, dan mengesampingkan masukan-masukan melalui alat indra yang lain. Apa yang kita perhatikan ditentukan oleh factor-faktor situasional dan personal. Factor situasional terkadang disebut sebegai determinan perhatian yang bersifat eksternal atau penarik perhatian (attention getter). Stimuli diperhatikan karena mempunyai sifat-sifat yang menonjol, antara lain : gerakan, intensitas stimuli, kebaruan dan perulangan.

Factor-faktor fungsional yang mempengaruhi persepsi

Factor fungsional berasal dari kebutuhan, pengalaman masa lalu dan hal-hal lain yang termasuk apa yang kita sebut sebagai factor-faktor personal. Yang menentukan persepsi bukan jenis stimuli, tetapi karakteristik orang yang memberikan respons pada stimuli itu.

Factor-faktor fungsional yang mempengaruhi persepsi lazim disebut sebagai kerangka rujukan. Dalam kegiatan komunikasi, kerangka rujukan mempengaruhi bagaimana orang memberi makna pada pesan yang diterimanya.

Factor-faktor structural yang mennetukan persepsi

Factor-faktor structural berasal semata-mata dari sifat stimuli fisik dan efek-efek saraf yang ditimbulkannya pada system saraf individu. Para psikolog Gestalt, seperti Kohler, Wartheimer (1959) dan Koffka merumuskan prinsip-prinsip persepsi yang bersifat structural. Prinsip-prinsip ini kemudian terkenal dengan teori Gestalt. Menurut teori Gestalt, bila kita mempersepsi sesuatu, kita mempersepsinya sebagai suatu keseluruhan. Kita tidak melihat bagian-bagiannya, lalu menghimpunnya. Menurut Kohler, jika kita ingin memahami suatu peristiwa, kita tidak adapat meneliti fakta-fakta yang terpisah; kita harus memandangnya dalam hubungan keseluruhan. Untuk memahami seseorang, kita harus melihatnya dalam konteksnya, dalam lingkungannya, dalam masalah yang dihadapinya.

Pada persepsi sosial, pengelompokkan tidak murni structural; sebab apa yang dianggap sama atau berdekatan oleh seorang individu, tidaklah dianggap sama atau berdekatan oleh individu yang lain. Di sini, masuk jugalah peranan kerangka rujukan. Jadi, kedekatan dalam ruang dan waktu menyebabkan stimuli ditanggapi sebagai bagian dari struktur yang sama. Sering terjadi hal-hal yang berdekatan juga dianggap berkaitan atau mempunyai hubungan sebab dan akibat.

Menurut Krech dan Crutchfield, kecenderungan untuk mengelompokkan stimuli berdasarkan kesamaan dan kedekatan adalah hal yang universal. Kita semua sering atau pernah melakukannya.

c) Memori

Dalam komunikasi intrapersonal, memori memegang peranan penting dalam mempengaruhi baik persepsi (dengan menyediakan kerangka rujukan) maupun berpikir. Menurut Schlessinger dan Groves (1976:352), memori adalah system yang sangat berstruktur, yang menyebabkan organisme sanggup merekam fakta tentang dunia dan menggunakan pengetahuannya untuk membimbing perilakunya. Setiap saat stimuli mengenai indra kita, setiap saat pula stimuli itu direkam secara sadar atau tidak sadar.

Secara singkat, memori melewati tiga proses : perekaman, penyimpanan dan pemanggilan. Perekaman (disebut encoding) adalah pencatatan informasi melalui reseptor indra dan sirkit saraf internal. Penyimpanan (storage), proses yang kedua, adalah menentukan berapa lama informasi itu berada beserta kita, dalam bentuk apa dan dimana. Penyimpanan bisa aktif atau pasif. Kita menyimpan secara aktif, bila kita menambahkan informasi tambahan. Kita mengisi informasi yang tidak lengkap dengan kesimpulan kita sendiri (inilah yang menyebabkan desas-desus menyebar lebih banyak dari volume yang asal). Memori secara pasif terjadi tanpa penambahan. Pemanggilan (retrieval), dalam bahasa sehari-hari, mengingat lagi, adalah menggunakan informasi yang disimpan (Mussen dan Rosenzweig, 1973:499).

Mekanisme Memori

Sudah sejak lama orang ingin mengetahui bagaimana cara kerja memori. Secara praktis, orang ingin mencari cara-cara untuk mengefektifkan pekerjaan memori. Ada tiga teori yang menjelaskan tentang memori, yakni a) Teori Aus : menurut teori ini memori hilang atau memudar karena waktu. Seperti otot, memori kita baru kuat, bila dilatih terus menerus ; b) Teori Interferensi : menurut teori ini, memori merupakan meja lilin atau kanvas. Pengalaman adalah lukisan pada meja lilin atau kanvas. Katakanlah, pada kanvas itu sudah terlukis hokum relativitas. Segera setelah itu, anda mencoba merekam hokum medan gabungan. Yang kedua akan menyebabkan terhapusnya rekaman yang pertama atau mengaburkannya. Ini disebut interferensi. Misalnya, anda menghafal halaman pertama sebuah buku, dan anda berhasil. Teruskan ke halaman dua. Berhasil juga, tetapi yang diingat pada halaman pertama berkurang. Ini disebut inhibisi retroaktif (hambatan ke belakang) ; c) Teori Pengolahan Informasi : secara singkat, teori ini menyatakan bahwa informasi mula-mula disimpan pada sensory storage (gudang indrawi), kemudian masuk short-term memory (STM, memori jangka pendek) lalu dilupakan atau dikoding untuk dimasukkan ke dalam long-term memory (LTM, memori jangka panjang). Otak manusia dianalogikan dengan computer.

d) Berpikir

Proses keempat yang mempengaruhi penafsiran kita terhadap stimuli adalah berpikir. Dalam berpikir kita melibatkan semua proses sensasi, persepsi dan memori. Menurut Paul Mussen dan Mark R. Rosenzweig, berpikir menunjukkan berbagai kegiatan yang melibatkan penggunaan konsep dan lambang, sebagai pengganti objek dan peristiwa.

Berpikir kita lakukan untuk memahami realitas dalam rangka mengambil keputusan, memecahkan persoalan dan menghasilkan yang baru. Memahami realitas berarti menarik kesimpulan, meneliti berbagai kemungkinan penjelasan dari realitas eksternal dan internal. Sehingga dengan singkat, Anita Taylor et.al. mendefinisikan berpikir sebagai proses penarikan kesimpulan (1977:55).

Secara garis besar ada dua macam berpikir : berpikir autistic dan berpikir realistic. Yang pertama mungkin lebih tepat disebut melamun. Fantasi, menghayal, wishful thinking, adalah contoh-contohnya. Dengan berpikir autistic orang melarikan diri dari kenyataan, dan melihat hidup sebagai gambar-gambar fantastis. Berpikir realistic, disebut juga nalar (reasoning), ialah berpikir dalam rangka menyesuaikan diri dengan dunia nyata. Floyd L. Ruch menyebut tiga macam berpikir realistic, yakni : a) berpikir deduktif, mengambil kesimpulan dari dua pernyataan; yang pertama merupakan pernyataan umum. Dalam logika, ini disebut silogisme ; b) berpikir induktif, sebaliknya, dimulai dari hal-hal yang khusus dan kemudian mengambil kesimpulan umum; kita melakukan generalisasi ; c) berpikir evaluatif, ialah berpikir kritis, menilai baik buruknya, tepat atau tidaknya suatu gagasan. Dalam berpikir evaluatif, kita tidak menambah atau mengurangi gagasan. Kita menilainya menurut criteria tertentu.

Berpikir kreatif, menurut James C. Coleman dan Coustance L. Hammen (1974:452), adalah “thinking which produces new methods, new concepts, new understanding, new inventions, new work of art”. Berpikir kreatif diperlukan mulau dari komunikator yang harus mendesain pesannya, insinyur yang harus merancang bangunan, ahli iklan yang harus menata pesan verbal dan pesan grafis, sampai pada pemimpin masyarakat yang harus memberikan perspektif baru dalam mengatasi masalah sosial.

Berpikir kreatif harus memenuhi tiga syarat. Pertama, kreativitas melibatkan respons atau gagasan baru, atau yang secara statistic sangat jarang terjadi. Syarat kedua kerativitas ialah dapat memecahkan persoalan secara realistis. Ketiga, kreativitas merupakan usaha untuk mempertahankan insight yang orisinal, menilai dan mengembangkannya sebaik mungkin (MacKinnon, 1962:485).

Para psikolog menyebutkan lima tahap berpikir kreatif : a) Orientasi, masalah dirumuskan dan aspek-aspek masalah diidentifikasi ; b) Preparasi, pikiran berusaha mengumpulkan sebanyak mungkin informasi yang relevan dengan masalah ; c) Inkubasi, pikiran beristirahat sebentar, ketika berbagai pemecahan berhadapan dengan jalan buntu. Pada tahap ini, proses pemecahan masalah berlangsung terus dalam jiwa bawah sadar kita ; d) Iluminasi, masa inkubasi berakhir ketika pemikir memperoleh semacam ilham, serangkaian insight yang memecahkan masalah. Ini menimbulkan Aha Erlebnis ; e) Verifikasi, tahap terakhir untuk menguji dan secara kritis menilai pemecahan masalah yang diajukan pada tahap keempat.

Berpikir kreatif tumbuh subur bila ditunjang oleh factor personal dan situasional. Orang-orang kreatif biasanya memiliki temperamen yang beraneka ragam. Namun walaupun demikian, menurut Coleman dan Hammen, ada beberapa factor yang secara umum menandai orang-orang kreatif, yakni : a) Kemampuan kognitif, termasuk di sini kecerdasan di atas rata-rata, kemampuan melahirkan gagasan-gagasan baru, gagasan-gagasan yang berlainan dan fleksibilitas kognitif ; b) Sikap yang terbuka, orang kreatif mempersiapkan dirinya menerima stimuli internal dan eksternal, ia memiliki minat yang beragam dan luas ; c) Sikap yang bebas, otonom dan percaya pada diri sendiri, orang kreatif tidak senang ‘digiring’, ia senang menampilkan dirinya semampu dan semaunya, ia tidak terlalu terikat pada konvensi-konvensi sosial. Mungkin inilah sebabnya, oarng-orang kreatif sering dianggap ‘nyentrik’ atau gila.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar